Salam Pramuka
Salam Pramuka
Assalamualaikum warahmatullahi wabarrakatuh
Assalamu'alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
KEGIATAN SOSIALISASI TABLET TAMBAH DARAH DARI
PUSKESMAS WERU UNTUK SISWI SMP 1 WERU
Haloha #SobatMengajar
Mimin mau ngasih informasi terbaru dari SMP N 01
Weru nih,
Alhamdulillah pagi tadi terlaksana Kegiatan
Sosialisasi Tablet Tambah Darah Bagi Siswi SMP N 01 Weru. Kegiatan minum tablet
tambah darah ini bertujuan agar siswi siswi SMP N 01 Weru yang sudah memasuki
usia remaja dan juga sudah menstruasi tidak kekurangan darah atau anemia yang
menyebabkan kurang fokus dalam kondisi apapun, selain itu tablet tambah darah
ini juga sebagai pil pintar yang dimana kalo diminum 1 kali dalam seminggu dapat
meningkatkan kecerdasan otak kita karena kandungan di dalam obat itu.
Eits... Tapi ngga semudah yang di bayangkan yaa
gaes, kalo mau pintar juga harus belajar dengan sungguh jangan cuma minum pil
yaah
Tetap stay tuned yaa
Selanjutnya mimin akan informasi kan keseruan di
Kegiatan Kampus Mengajar 2 SMP N 01 Weru, SMP kita tercinta
Ikuti kami
Instagram : @km2_smpn1weru
Email : @km2_smpn1weru @gmail.com
Sekian
Wassalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
KEGIATAN PENILAIAN LOMBA SEKOLAH SEHAT TINGKAT SMP
Haloha #SobatMengajar
Pada hari Senin 27 September 2021 SMP N 01 Weru mengikuti
Lomba Sekolah Sehat Tingkat SMP yang di nilai oleh beberapa pihak yaitu ada
Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dan juga
dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Di dalam lomba sekolah sehat ini ada
beberapa aspek yang di nilai antara lain kebersihan dan kelengkapan alat
kebersihan kamar mandi, ketersediaan alat alat di UKS, kelengkapan makanan guna
memenuhi kebutuhan siswa di koperasi siswa, ketersediaan buku dan kekurangan
buku di perpustakaan dan juga ketersediaan tempat cuci tangan pake sabun guna
mencegah virus covid-19.
Semoga sekolah kita tercinta ini memenangkan perlombaan
sekolah sehat tingkat SMP ini yaa teman teman. Aamiin
Tetap stay tuned, nanti mimin akan share informasi terbaru
terkait SMP N 01 Weru Sekolah kita tercinta ini
Tetap bersama kami...
Instagram : @km_smpn1weru
Email : km2smpn1weru@gmail.com
#Lomba#LombaSekolahSehatTingkatSMP#DinasKesehatan#DinasPendidikan#PemKabSukoharjo#KampusMengajarAngkatan2#SmpNegeri01weru
Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Pada jaman sekarang bukan merupakan suatu hal yang
baru pada anak remaja mempunyai gadget seperti smartphone dan komputer tablet
seperti ios, windows, dan android. Saat ini gadget di kalangan remaja tidak
hanya digunakan sebagai media komunikasi saja, gadget dikalangan remaja sudah
mejadi alat multi fungsi. Kamera salah satunya dapat dimanfaatkan oleh para
pengguna gadget untuk mengabadikan moment – moment pribadinya, selain itu
fasilitas sosial media juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para remaja
untuk bersosialisasi atupun menunjukan kreatifitas yang mereka punya.
Saat ini, hampir anak remaja sudah memiliki gadget. Siswa yang memiliki gadget selalu membawa gadget mereka ke sekolah. Tak jarang mereka menggunakan gadget selama jam sekolah. Manfaat dari gadget sendiri bermacam-macam untuk menghitung, mengakses internet, mengirim pesan, bermain games, dan jejaring sosial terbuka seperti facebook, twitter, telegram, instagram dll. Tanda-tanda seorang remaja sudah kecanduan gadget yaitu penggunan gadget dalam sehari bisa lebih dari 6-8 jam bahkan lebih dalam, dampak lain dapat mengubah perilaku anak menjadi individualisme yaitu lebih senang bermain dengan ponsel daripada bermain dengan lingkungan sekitar. Kecanduan gadget juga dapat berdampak pada kesehatan yang membuat aktivitas fisik mulai menurun sehingga meminimalisir pergerakan, bahkan cenderung tidak bergerak saat memegang ponsel.
Menurut statistik lembaga riset pemasaran digital perkiraan e-marketer pada tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dalam perkembangannya berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada tahun 2020 disebutkan bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Dibandingkan tahun sebelumnya, ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet di negeri ini. Berdasarkan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, maka itu artinya 64% setengah penduduk RI telah merasakan akses ke dunia maya. Dengan jumlah itu. Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna smartphone terbesar keempat yang aktif di dunia setelah China, India, dan Amerika. Indonesia tidak jauh berbeda dengan India.
Saat ini, bagi remaja gadget merupakan barang yang sangat penting baginya, karena gadget bukan hanya digunakan sebagai alat komunikasi saja melainkan untuk mencari informasi dan sebagai sarana hiburan yang sangat menunjang aktifitasnya sehari-hari. Banyak dampak negatif dan positif yang didapat dari gadget itu sendiri. banyak anak sudah mengenal gadget ketika masih balita. Oleh karena itu, tidak dipungkiri gagdet memang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan sehari-hari, bahkan anak kecil pun sudah mengenal dan sudah bisa memainkan gadget.
Fasilitas gadget dari media sosial juga mempunyai dampak buruk , media social yang paling sering digunakan para generasi muda saat ini adalah facebook, twitter, path dan instagram. Banyak sekali remaja menggunakan media sosial untuk mencurahkan hati atau sesuatu yang menurutnya harus di beberkan ke media sosial tanpa mempedulikan dampak yang akan timbul. Dan memang ada beberapa dampak buruk jika anak kecanduan medsos.
Di era milenial seperti saat ini, pemandangan lalu lalang orang menggunakan gadget bukanlah suatu hal yang aneh lagi. Mulai dari anak sekolah hingga orang lanjut usia pasti sudah memiliki gadget. Banyak hal yang diuntungkan dengan adanya revolusi besar ini dalam kehidupan. Namun tak jarang efek negatif juga seringkali timbul dengan adanya gadget. Menggunakan gadget bukanlah suatu kesalahan, tapi jika sudah sampai kecanduan dan merugikan banyak pihak, sebaiknya kita mulai mengurangi frekuensi pemakaian.
Berikut 5 cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kecanduan gadget
Cara mengatasi kecanduan gadget
yang paling ampuh adalah mematikan WiFi dirumah, penggunaan WiFi di rumah
biasanya ditujukan agar kita bisa lebih menghemat ketersediaan kuota yang ada
pada gadget kita. Coba mulai hentikan langganan WiFi di rumah dan hanya
pergunaan kuota internet yang ada pada gadget saja. Cara mengatasi kecanduan
gadget bisa dilakukan agar kita lebih terbatas dalam penggunaan gadget setiap
harinya.
Gunakan hanya satu media sosial saja, seringkali kita memeriksa media sosial padahal tidak ada notifikasi apapun. Atau meng-update kegiatan sehari-hari di seluruh media sosial yang kita punya. Selain menghabiskan banyak waktu, kita jadi terlihat sibuk sendiri dengan aktivitas di dunia maya. Padahal banyak hal menarik yang bisa kita lakukan di dunia nyata. Beberapa kejadian yang terjadi di dunia nyata mungkin tidak perlu selalu di bagikan lewat sebuah unggahan foto atau video di dunia maya, namun cukup kita simpan di dalam memori saja. Nah, cata mengatasi kecanduan gadget yang satu ini memang pasti sulit untuk dilakukan.
Bekali diri dengan sebuah buku setiap hari, kebanyakan orang menggunakan gadget pada saat sedang menunggu atau antre. Hal ini dilakukan untuk membunuh waktu dalam mengatasi rasa bosan. Mulai ganti alat bantu penghilang rasa bosan dengan membaca sebuah buku yang menarik minat kalian untuk membaca. Bekali diri setiap hari dengan sebuah buku hingga sewaktu-waktu kalian harus menunggu, kalian tahu harus mengakali rasa bosan selain dengan memainkan gadget.
Matikan gadget 1 jam sebelum tidur. Salah satu hal yang membuat kita susah tidur adalah penggunaan gadget pada malam hari. Adanya rasa ingin memeriksa notifikasi atau hanya sekedar melihat-lihat sosial media dapat membuat jam tidur kita jadi terganggu. Coba mulai matikan gadget 1 jam sebelum tidur agar kita tidak perlu selalu memeriksa gadget yang kita miliki. Bereskan semua hal yang mengharuskan kita menggunakan gadget. Bila perlu, pasang status off atau Sleeping di layanan chat yang kita punya agar tidak ada yang menghubungi atau khawatir karena kita sedang tidak bisa dihubungi.
Jangan pergunakan power bank, membawa power bank setiap saat tentu bermanfaat jika gadget yang kita miliki tiba-tiba kehabisan daya saat dibutuhkan. Namun dengan selalu tersedianya power bank kita jadi tidak perlu khawatir dengan gadget yang sewaktu-waktu bisa mati. Coba mulai tinggalkan powerbank dan atur penggunaan gadget sebaik mungkin agar kita tidak perlu kerepotan kehabisan daya saat benar-benar membutuhkan gadget. Hal ini secara otomatis akan membuat kita menyentuh gadget hanya pada saat dibutuhkan saja.
Sejauh ini, riset baru bisa menunjukkan efek terlalu lama main gadget pada fisik. Misal sakit kepala, carpal tunnel syndrome dan stres akut. Pun demikian, solusinya berlaku sama baik itu untuk anak, remaja, pun dewasa. Buatlah batasan bagi diri sendiri untuk menjauh dari gadget. Sepenuhnya menjauh dari gadget mungkin sulit bahkan mustahil bagi kebanyakan orang. Namun, menyediakan waktu sedikit saja untuk bergawai dan bermedia sosial benar-benar bisa membuat Anda merasa lebih baik dalam jangka panjang. Generasi muda harus pandai-pandai untuk membatasi diri serta menggali informasi dari penggunaan gadget. Gunakanlah gadget sebagai suatu media yang dapat membawa kita untuk menjadi orang yang sukses.
Selama ini orang selalu menilai seorang remaja berbakat dan pintar hanya dari nilai yang diperoleh di sekolah, sehingga jika seorang remaja mendapatkan nilai yang kurang dengan cepat orang akan mengatakan bahwa si remaja bodoh dan tidak memiliki potensi apa pun. Pandangan dan penilaian semacam ini sangat keliru dan menyesatkan. Akibat pandangan keliru itu si remaja tidak dapat mengembangkan dan menemukan potensi yang ada dalam dirinya. Profesor Howard Gardner dari Universitas Harvard telah mengembangkan model kecerdasan yang disebut multiple intelligence lebih 20 tahun. Ia tiba pada satu pandangan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan akan lebih tepat kalau digambarkan sebagai suatu kumpulan kemampuan atau keterampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan bersifat laten, ada di diri tiap manusia tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Dalam menjelaskan mengenai kecerdasan, ia menggunakan kata ‘bakat’ atau ‘talenta’. Konsep multiple intelligence yang dikembangkannya terdiri atasi delapan jenis kecerdasan, yaitu:
Pengembangan potensi seorang
remaja hendaklah memperhatikan hal-hal tersebut. Meniadakan atau
mengesampingkan salah satu aspek di dalamnya merupakan pekerjaan sia-sia dalam
usaha menggali potensi seorang remaja. Perlu dukungan dari orangtua dan guru
dalam mengembangkan potensi yang ada dalam diri seorang remaja sehingga mereka
bisa meraih semua impian masa depan mereka. Bantu mereka agar memiliki konsep
diri yang baik dan benar, lihatlah mereka dari sudut pandang multiple
intelligence, biarkan mereka berkembang sesuai dengan kecerdasan yang mereka
miliki.
Pandemi Covid-19 memberikan
dampak yang begitu serius dalam berbagai sektor tidak terkecuali sektor
pendidikan. Dalam pengelolaan pendidikan, Indonesia membutuhkan cara yang baru
baik itu dalam menghadapi pandemi maupun pasca pandemi. Dengan adanya pandemi
jangan sampat hak-hak peserta didik dalam mendapatkan pendidikan yang baik dan
memadai terhalang. Kurikulum baru yang relevan sangat dibutuhkan dalam
menyongsong situasi kenormalan baru (new normal).
Setelah pandemi berlalu, sekedar
menormalkan praksis sekolah tidaklah cukup. Yang diperlukan adalah adanya
transformasi, yaitu desain besar untuk mengubah sistem pendidikan secara
mendasar. Kurikulum 2013 yang begitu padat tidak mungkin lagi kita terapkan selama
masa pandemi ini. Ini tantangan kita semua. Apalagi dalam menerapkan
pembelajaran jarak jauh atau daring ini, baku mutu pendidikan, standar
pendidikan, tidak ada yang seragam. Kualitas pendidikan pun akhirnya
dipertanyakan.
Jika ini diserahkan kepada
kreativitas masing-masing guru dan sekolah. Sudah pasti akan terjadi
kesenjangan antara guru, dan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, atau
satu kota dengan kota lainnya, atau satu provinsi dengan provinsi lainnya. Yang
notabene memang tidak dipersiapkan untuk hal tersebut. sehingga pemerataan
dalam hal kualitas pendidikan tidak dapat terlaksana.
Efektifitas Pembelajaran Daring
Pandemi Covid-19 membawa dampak
luar biasa pada sektor pendidikan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya
pendidikan tidak mengakomodasi situasi ini. Apalagi terjadi perbedaan yang
mencolok antara satu sekolah dengan sekolah lain atau satu daerah dengan daerah
lain. Pada saat yang sama, hanya sedikit guru yang siap melakukan pembelajaran
online secara mandiri. Alih-alih pembelajaran berbasis jaringan, justru yang
terjadi malah membebani peserta didik dengan tugas yang bertumpuk. Tetapi,
tetap harus diakui, kesadaran para pendidik untuk memulai pembelajaran melalui
daring, patut diapresiasi.
Kepemilikan siswa terhadap
perangkat komunikasi juga terbatas. Kuota internet yang tidak murah, pun dengan
akses jaringan di beberapa wilayah belum memadai. Belum lagi orang tua yang
belum terbiasa dengan pembelajaran online. Hal ini menjadi problem tersendiri
yang mengakibatkan praktek pembelajaran ini dirasa belum efektif.
Masa pandemi ini adalah momentum
untuk kita melakukan hal-hal besar dan mendasar. Untuk mencegah penularan
virus, sementara ini para peserta didik harus mematuhi protokol kesehatan
seperti mencuci tangan dengan sabun, penggunaan masker dan penerapan social
maupun physical distancing, seraya melakukan berbagai upaya praktis agar
pendidikan berjalan normal. Hal ini bukan berarti sebagai upaya untuk menaikan
angka partisipasi sekolah seperti yang kini banyak dilakukan. Tetapi, melakukan
perubahan menyeluruh dan mendasar dalam kurikulum sekolah, baik terkait dengan
kontennya maupun perubahan model terhadap sistem pembelajarannya.
Sistem pembelajaran tidak bisa
kembali ke suasana seperti sebelum pandemi, yaitu kegiatan belajar mengajar
(KBM) tatap muka atau offline terutama selama vaksin belum ditemukan. Maka dari
itu, sudah saatnya sektor pendidikan menggunakan cara baru dalam proses
pembelajaran. Jika biasanya belajar di kelas dilakukan selama 6-8 jam, sekarang
tidak bias lagi karena jika masih menggunakan ketentuan itu maka siswa harus
berbagi ruangan kelas. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa lagi mengharuskan
24 jam mengajar bagi guru.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan harus melakukan penyesuaian untuk menyelaraskan sistem pembelajaran
dengan kenormalan baru tersebut. Evaluasi atas proses pembelajaran daring yang
telah terlaksana juga harus dilakukan. Terlebih ketika pembelajaran model ini
akan digunakan lagi dalam masa New Normal atau kenormalan baru nanti. Sehingga
dapat meminimalisir adanya kendala dan problem
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman yang bersifat
global dalam segala bidang keilmuan tentu berpengaruh terhadap pola pikir dan
perilaku. Akibatnya, dampak secara global diperlukan langkah-langkah
taktis-strategis melalui penguatan karakter, serta nilai-nilai sosial budaya
yang relevan dan diperlukan untuk memajukan bangsa. Harus diakui bahwa lemahnya
penanaman nilai-nilai kejujuran peserta didik bersumber dari rendahnya kualitas
pendidikan karakter yang diberikan.
Pendidikan yang kurang
berkualitas tidak lagi mampu menawarkan program dan situasi yang berdampak
jangka panjang bagi tumbuhnya karakter seseorang. Ibid (dalam Zubaedi,
2017:377), Karakter adalah gabungan dari kebiasaankebiasaan yang dilakukan
terus-menerus dengan mengakar kuat dalam kepribadian seseorang. Kemampuan
menghayati kewajiban sebagai sebuah keniscayaan tidaklah lahir dengan
sendirinya, tetapi tumbuh melalui suatu proses, usaha menumbuhkembangkan dapat
ditempuh melalui pendidikan karakter dengan pembiasaan dan penciptaaan
komunitas moral di kelas.
Pembentukan budaya dan karakter
di sekolah bukan hanya dibebankan pada mata pelajaran terpisah yang menggunakan
pendekatan akademik dan teoritik, tetapi hasil belajar dari pendidikan karakter
tidak sekedar pengetahuan hafalan yang diuji dan dinilai dengan skor nilai,
namun hasil belajar berisi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
dalam dimensi karakter yang diuji dengan proses penilaian dan produk, sehingga
pembentukan karakter menjadi sikap yang menjadi bagian jiwanya kemudian
menjelma dalam perilaku. Karena perbuatan dan perilaku adalah manifestasi
konkret terhadap nilai perbuatan dari pendidikan karakter itu sendiri yang
dapat diterapkan melalui pembiasaan dan komunitas moral di kelas. Tidak dapat
dipungkiri bahwa degradasi moral semakin hari semakin dalam kondisi
memprihatikan, tingginya tingkat kekerasan dalam lingkungan sekolah, tingkat
bullying serta perilakuperilaku siswa yang kian menyimpang dari norma-norma
serta banyaknya kasus-kasus yang terjadi di sekolah.
Disamping itu, dengan
perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang begitu pesat dan sulit
dibendung, akan sangat berpengaruh
Menurut John Dewey, (dalam
Zubeadi, 2017), Pendidikan dikatakan gagal, jika tidak menganggap sekolah
sebagai salah satu bentuk kehidupan masyarakat. Penerapan pendidikan karakter
melalui pembiasan dan komunitas moral di kelas dapat menurunkan perilaku saling
mengejek dan juga menurunkan tingkat perselisihan antar pelajar. Sebagian besar
masalah perilaku disebabkan oleh peserta didik tidak mengerti mengapa hal-hal
tertentu harus dilakukan dan yang lain tidak dilakukan. Sehingga guru harus
menyadari bahwa intensif seperti reward dan hadiah lainnya hanyalah bersifat
sementara sebagai perangsang agar mereka bersikap benar. Akan tetapi, jika
keinginan untuk hadiah atau reward tetap mendominasi sebagai motif, ini justru
akan menjadi penghalang dari pada membantu kesikap karakter yang benar. Untuk
itu, agar bisa berhasil dalam mengajarkan sikap hormat dan bertanggung jawab,
seorang pendidik harus menjadikan upaya pembentukan komunitas moral kelas
sebagai tujuan pendidikan utama.
Oleh karena itu, penanaman
nilainilai karakter perlu diterapkan pada diri masing-masing peserta didik
melalui pembiasaan dan penciptaan komunitas moral di kelas. Dengan menjadikan
pembiasaan dan komunitas moral di kelas sebagai upaya menanamkan nilai-nlai
pendidikan karakter, peserta didik akan belajar tentang moralitas dengan cara
mempraktikkannya melalui pembiasaan. Oleh karena itu, mereka harus berada dalam
sebuah komunitas-interaksi, menjalin hubungan, menyelesaikan masalah,
berkembang sebagai sebuah kelompok, dan belajar langsung dari pengalaman sosial
yang mereka rasakan sendiri. melalui
ANALISIS
Pendidikan karakter adalah suatu
payung istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi
perkembangan personal. Beberapa area dibawah payung ini meliputi penalaran
moral atau pengembangan kognitif, pembelajaran sosial dan emosional, pendidikan
kebajikan moral, dan pendidikan keterampilan hidup yang dimulai dari
pembelajaran di kelas. Terbentuknya iklim sekolah yang baik guna mendukung
keberhasilan pelaksanaan program pendidikan karakter diawali dengan pembentukan
suasana kelas yang baik terlebih dahulu. Pendidikan karakter adalah upaya yang
dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik.
Sudrajat (dalam Zubaedi,
2017:375), mengemukakan bahwa ada empat strategi yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan pendidikan karakter dalam menumbuhkan nilai-nilai moral di
lingkungan akademik yaitu meliputi; pengajaran (teaching), keteladanan
(modeling), penguatan (reinforcing), dan pembiasaan (habituating). Dalam buku
yang berjudul The Habits of Highly Effective Teens, Stephen R. Covery
mengungkapkan, bahwa ada tujuh kebiasaan yang dapat diterapkan dalam mendidik
karakter anak didik, yaitu bersikap proaktif, memulai dengan tujuan akhir,
mendahulukan yang utama, berpikir menang, berusaha memahami terlebih dahulu
baru dipahami, mewujudkan sinergitas, dan prinsip pembaruan yang seimbang.
Menurut David Brooks dan Mark
Kann (dalam Zubaedi,2017:373) membuat daftar sebelas elemen yang sangat penting
untuk pendidikan karakter yang diterapkan melalui pembiasaan dan komunitas
moral di kelas, yaitu; harus ada instruksi langsung dalam pendidikan watak,
untuk anak-anak harus terbiasa dengan kebajikan, mereka harus mendengar dan
melihat kata-kata, belajar maknanya, mengidentifikasi perilaku yang tepat dan
menerapkannya. Penggunaan bahasa yang baik sangat penting bagi anak-anak,
mereka harus didorong untuk menggunakan bahasa kebajikan dan guru harus
menghindari bahasa negatif seperti “jangan terlambat” atau “jangan lupa” dan
mengganti dengan “tepat waktu” atau “bersiaplah”.
Hasil studi Lewis dan Schaos
(1996) menunjukkan bahwa suasana kelas yang kondusif akan mempunyai dampak yang
positif, karena; harapan dan kemampuan akademik siswa meningkat, motivasi siswa
untuk belajar menjadi lebih besar, siswa lebih menyenangi sekolah, tingkat
absensi siswa lebih rendah, kemampuan sosial siswa menjadi lebih baik, masalah
kenakalan siswa jauh berkurang, dan siswa mempunyai sikap yang lebih terbuka.
Hal ini dapat terwujud apabila seluruh masyarakat sekolah menumbuhkan budaya
bahasa, dan iklim berkelakuan baik.
Pembiasaan Peserta Didik di Kelas
Kegiatan pembiasaan pada dasarnya
merupakan implementasi nyata semua mata pelajaran karena pembiasaan merupakan
terapan atas pemahaman, keterampilan, serta sikap dan nilai yang dibangun pada
semua mata pelajaran. Menurut Abdullah Nasih Ulwan (dalam Zubaedi, 2017:377),
metode pembiasaan adalah cara atau upaya yang praktis dalam pembentukan
(pembinaan) dan persiapan anak. Sedangkan menurut Ramayulis, metode pembiasaan
adalah cara untuk menciptakan suatu kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi
anak didik. Arthur, (2003:38), Pembiasaan adalah pengalaman berulang-ulang
dan/atau tindakan dari jenis yang sama yang menimbulkan kebiasaan pada setiap
orang.
Hasil penelitian Supiana dan
Rahmat Sugiharto (2017), menunjukkan bahwa metode pembiasaan sangat efektif
untuk menguatkan hafalan-hafalan pada anak didik, dan untuk penanaman sikap
beragama dengan cara menghapal doa-doa. Menanamkan kebiasaan yang baik memang
tidak mudah, dan kadang-kadang memakan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Maka kebiasaan mempunyai
peranan penting dalam kehidupan manusia. Selain itu pembiasaan hendaknya
disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian secara
terus-menerus, sebab pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta didik
agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar anak dapat melaksanakan
segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa berat atau susah hati.
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Supraptiningrum dan Agustini (2015) menjelaskan bahwa,
untuk menanamkan karakter pada siswa dilakukan dengan pembiasaan melalui
berbagai kegiatan, yaitu: (1) kegiatan rutin yang dilakukan siswa secara
terus-menerus dan konsisten setiap saat; (2) kegiatan spontan yang dilakukan
siswa secara spontan pada saat itu juga; (3) keteladanan merupakan perilaku dan
sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa
lain; (4) pengondisian dengan cara penciptaan kondisi yang mendukung
keterlaksanaan pendidikan karakter.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nur Hidayat (2016), inti dari pembiasaan dalam pendidikan adalah
pengulangan. Misalnya, pendidik senantiasa mengingatkan peserta didik dalam hal
berpakaian. Penyampaian seperti ini apabila didengar dan dipahami, maka dengan
sendirinya peserta didik dapat membiasakan diri berpakaian sesuai tuntutan
agama. Penerapan pembiasaan pendidikan karakter di kelas di mulai dari hal-hal
yang sederhana namun secara kontinyu dan berarti.
Kemendiknas (dalam Ernawati,
2017), berpendapat bahwa pengembangan
Gerakan penumbuhan budi pekerti
di sekolah dirasakan akan lebih mengena jika dilakukan dengan serangkaian
kegiatan pembiasaan. Pertama, menumbuhkembangkan nilai-nilai moral dan
spiritual lewat pengamalan nilai-nilai moral dalam perilaku nyata sehari-hari.
Nilai moral diajarkan kepada siswa, lalu guru dan siswa mempraktikkan secara
rutin menjadi kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya. Kedua, menumbuhkembangkan
nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan. Ketiga, mengembangkan interaksi positif
antara peserta didik, guru, dan orangtua. Keempat, mengembangkan interaksi
positif antarpeserta didik. Kelima, merawat diri dan lingkungan sekolah.
Keenam, mengembangkan potensi diri peserta didik secara utuh. Ketujuh,
pelibatan orang tua dan masyarkat sekolah.
Menciptakan Komunitas Moral di Kelas
Menurut Haricahyono, (1988:9),
Pendidikan moral adalah suatu kegiatan membantu anak untuk menuju kearah yang
sesuai dengan kesiapan mereka, dan tidak sekedar memaksakan pola-pola eksternal
terhadapnya. Sehingga dibutuhkan suatu pembiasaan kepada anak untuk mengenali
Menurut Cronbach (dalam Rokhman,
Hum, Syaifudin, & Yuliati, 2014), Karakter adalah bukanlah sebuah entitas
yang terpisah antara kebiasaan dan ide-ide. Karakter aspek perilaku,
kepercayaan, perasaan, dan tindakan yang saling terkait satu sama lain sehingga
jika seseorang ingin mengubah karakter tertentu, mereka perlu untuk mengatur
unsur-unsur dasar karakter mereka.
Berbeda dari Cronbach, Lickona
(dalam Rokhman et al., 2014) melihat karakter dalam tiga elemen yang terkait;
pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Berdasarkan ketiga unsur
tersebut seseorang dianggap memiliki karakter yang baik jika mereka tahu
tentang hal-hal yang baik (pengetahuan moral), memiliki minat terhadap hal-hal
baik (perasaan moral) dan melakukan tindakan yang baik (tindakan moral).
Althof & Berkowitz (dalam
MeiJu, Chen-Hsin, & Pin-Chen, 2014) mengusulkan bahwa pendekatan baru
bermaksud untuk memasukkan pikiran dan perasaan anak-anak seperti yang
disarankan dalam tindakan mereka mengungkapkan, belajar, dan menghargai.
Mencius (dalam Nucci et al.,
2014, hal. 34) menganggap bahwa, moralitas sebagai yang menentukan
karakteristik manusia. Menurut Mencius, satu tidak bisa dianggap manusia tanpa
empat
Mencius menganjurkan menjadi
bertekad untuk tidak mengubah pikiran karena kepentingan pribadi melainkan
untuk menunjukkan tekad dan keberanian dalam hidup. Akhirnya, orang dapat
menjadi orang terhormat yang tanpa mengorbankan adat-istiadat sendiri untuk
janji-janji kekayaan dan ketenaran, atau diredakan oleh kekuatan dalam situasi
di mana orang diminta untuk melakukan sesuatu tidak bermoral. Singkatnya,
jantung Konfusianisme adalah gagasan ren, atau mencintai orang lain.
Konfusianisme terutama prihatin dengan moralitas dalam hubungan interpersonal
dan perilaku, dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mencakup berbagai macam
hubungan dan perilaku — ren (mencintai orang lain), li (kesopanan), xiao
(kesetiaan), ti (cinta dan hormat antara saudara), zhong (kesetiaan), shu
(toleransi), yi (kebenaran), zhi (kebijaksanaan), dan xin (integritas). Tujuan
dari pendidikan moral dalam Konfusianisme adalah mengolah diri ke seseorang
yang ren-sopan, berani, tanpa pamrih, dan penuh kasih terhadap orang lain.
Goleman (dalam Pane &
Patriana, 2016) menyatakan bahwa pendidikan karakter dapat dilakukan dengan
langkah penciptaan komunitas moral di kelas, dimana pendidikan karakter adalah
nilainilai pendidikan yang mencakup aspek pengetahuan (kognitif), perasaan, dan
tindakan. Lickona (dalam Pane & Patriana, 2016) menyatakan bahwa dalam
setiap karakter menghasilkan nilai pendidikan, dimana terdiri dari tiga
komponen dari karakter yang baik,: pengetahuan moral, perasaan moral dan
tindakan moral.
Menurut Jhon Dewey (dalam
Zubaedi, 2017:395) pelatihan moral yang paling baik dan mendalam dapat
dilakukan
Menurut Lickona (dalam Zubaedi,
2017:394), langkah penciptaan komunitas moral di kelas terdiri dari tiga
kegiatan. Pertama. Membantu para siswa untuk saling mengenal satu sama lain
dengan aktivitas; Berpasangan; Direktori kelas; Kantung harta karun; Sahabat
pena dengan kelas lain; Undian tempat duduk; Perasaan nyaman atau tak nyaman;
Jaket pelindung (untuk saling berbagi aspirasi, pencapaian, dan lain-lain).
Kedua, mengajari siswa untuk bersikap saling menghormati, mendukung, dan peduli
dengan sesama melalui kegiatan; Membangun empati; Menghentikan kekejaman
terhadap anak yang berbeda; Menyelenggarakan kegiatan yang bertajuk apresiasi;
Pohon perbuatan baik; Kekuatan kata-kata positif, dan Pelukan menentramkan.
Ketiga, membantu siswa membangun perasaan korp sebagai anggota dan rasa
tanggung jawab kepada kelompok melalui kegiatan; Membangun kohesi dan identitas
kelas melalui macam tradisi dan simbolis; Menumbukan perasaan sebagai sosok
yang unik, anggota yang
KESIMPULAN
Karakter adalah gabungan dari
kebiasaan-kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan mengakar kuat dalam
kepribadian seseorang. Menanamkan nilainilai karakter pada peserta didik
dilakukan dengan pembiasaan-pembiasaan melalui berbagai kegiatan di kelas yang
dilakukan secara terus-menerus dan konsisten setiap saat, sehingga peserta
didik akan terbiasa melakukan hal-hal yang baik dan benar yang tertanam dalam
diri masing-masing peserta didik, tanpa ada reward ataupun hadiah untuk
melakukan hal tersebut. Bentuk pembiasaan yang dilakukan seperti inilah dapat
menumbuhkan nilai-nilai moral pada setiap peserta didik. Hal ini tentu berawal
dari kegiatan-kegiatan yang sederhana yang melibatkan aktivitas keseharian
peserta didik yang dimulai dari lingkungan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati. 2017. Menumbuhkan Nilai Pendidikan Karakter Anak SD melalui
Dongeng (Fabel) dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar. Vol.4, No. 1
Hidayat Nur. 2016. Implementasi Pendidikan Karakter Melalui
Pembiasaan di Pondok Pesantren Pabelan. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, Vol.
2. No. 1
Mei-Ju, C., Chen-Hsin, Y., & Pin-Chen, H. (2014). The Beauty of
Character Education on Preschool Children’s Parent-child Relationship. Procedia
- Social and Behavioral Sciences, 143, 527–533.
Milanovira, “Tujuh Kebiasaan yang Baik Menurut Stephen R. Covey”,
artikel dalam Milamashuri.wrodpress.com Dipublikasikan 20/08/2010,
http://milamashuri.wordpress.com/ 2010/08/20tujuh kebiasaan-
yangbaik-menurut-stepehen-r-covey/
Nucci, L., Narvaez, D., & Krettenauer, T. (2014). Handbook of
Moral and Character Education. Handbook of Moral and Character Education Second
(2nd ed., Vol. 2). New York: Routledge.
Pane, M. M., & Patriana, R. (2016). The Significance of Environmental
Contents in Character Education for Quality of Life. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 222, 244– 252.
Rokhman, F., Hum, M., Syaifudin, A., & Yuliati. (2014). Character
Education for Golden Generation 2045 (National Character Building for
Indonesian Golden Years). Procedia - Social and Behavioral Sciences, 141,
1161–1165.
Saptono .2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karkter (wawasan,
strategis, dan langkah praktis). Erlangga.
Silanoi, L. (2012). The Development of Teaching Pattern for Promoting
the Building up of Character Education Based on Sufficiency Economy Philosophy
in Thailand. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 69 (Iceepsy),
1812–1816.
Supiana, Sugiharto Rahmat. 2017. Pembentukan Nilai-nilai Karakter
Islami Siswa Melalui Metode Pembiasaan. Jurnal Education Vol.01, No.01
Noddings, N. (2002). Educating Moral People; A Caring Alternative to
Character Education. New York: Teachers College Press.
Supraptiningrat, Agustini. Membangun Karakter Siswa Melalui Budaya
Sekolah di Sekolah Dasar. 2015. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun V, No. 2
Zubaedi. 2017. Strategi Taktis Pendidikan Karakter (untuk PAUD dan
Sekolah). Depok: PT Raja Grafindo Persada