Pandemi Covid-19 memberikan
dampak yang begitu serius dalam berbagai sektor tidak terkecuali sektor
pendidikan. Dalam pengelolaan pendidikan, Indonesia membutuhkan cara yang baru
baik itu dalam menghadapi pandemi maupun pasca pandemi. Dengan adanya pandemi
jangan sampat hak-hak peserta didik dalam mendapatkan pendidikan yang baik dan
memadai terhalang. Kurikulum baru yang relevan sangat dibutuhkan dalam
menyongsong situasi kenormalan baru (new normal).
Setelah pandemi berlalu, sekedar
menormalkan praksis sekolah tidaklah cukup. Yang diperlukan adalah adanya
transformasi, yaitu desain besar untuk mengubah sistem pendidikan secara
mendasar. Kurikulum 2013 yang begitu padat tidak mungkin lagi kita terapkan selama
masa pandemi ini. Ini tantangan kita semua. Apalagi dalam menerapkan
pembelajaran jarak jauh atau daring ini, baku mutu pendidikan, standar
pendidikan, tidak ada yang seragam. Kualitas pendidikan pun akhirnya
dipertanyakan.
Jika ini diserahkan kepada
kreativitas masing-masing guru dan sekolah. Sudah pasti akan terjadi
kesenjangan antara guru, dan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, atau
satu kota dengan kota lainnya, atau satu provinsi dengan provinsi lainnya. Yang
notabene memang tidak dipersiapkan untuk hal tersebut. sehingga pemerataan
dalam hal kualitas pendidikan tidak dapat terlaksana.
Efektifitas Pembelajaran Daring
Pandemi Covid-19 membawa dampak
luar biasa pada sektor pendidikan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya
pendidikan tidak mengakomodasi situasi ini. Apalagi terjadi perbedaan yang
mencolok antara satu sekolah dengan sekolah lain atau satu daerah dengan daerah
lain. Pada saat yang sama, hanya sedikit guru yang siap melakukan pembelajaran
online secara mandiri. Alih-alih pembelajaran berbasis jaringan, justru yang
terjadi malah membebani peserta didik dengan tugas yang bertumpuk. Tetapi,
tetap harus diakui, kesadaran para pendidik untuk memulai pembelajaran melalui
daring, patut diapresiasi.
Kepemilikan siswa terhadap
perangkat komunikasi juga terbatas. Kuota internet yang tidak murah, pun dengan
akses jaringan di beberapa wilayah belum memadai. Belum lagi orang tua yang
belum terbiasa dengan pembelajaran online. Hal ini menjadi problem tersendiri
yang mengakibatkan praktek pembelajaran ini dirasa belum efektif.
Masa pandemi ini adalah momentum
untuk kita melakukan hal-hal besar dan mendasar. Untuk mencegah penularan
virus, sementara ini para peserta didik harus mematuhi protokol kesehatan
seperti mencuci tangan dengan sabun, penggunaan masker dan penerapan social
maupun physical distancing, seraya melakukan berbagai upaya praktis agar
pendidikan berjalan normal. Hal ini bukan berarti sebagai upaya untuk menaikan
angka partisipasi sekolah seperti yang kini banyak dilakukan. Tetapi, melakukan
perubahan menyeluruh dan mendasar dalam kurikulum sekolah, baik terkait dengan
kontennya maupun perubahan model terhadap sistem pembelajarannya.
Sistem pembelajaran tidak bisa
kembali ke suasana seperti sebelum pandemi, yaitu kegiatan belajar mengajar
(KBM) tatap muka atau offline terutama selama vaksin belum ditemukan. Maka dari
itu, sudah saatnya sektor pendidikan menggunakan cara baru dalam proses
pembelajaran. Jika biasanya belajar di kelas dilakukan selama 6-8 jam, sekarang
tidak bias lagi karena jika masih menggunakan ketentuan itu maka siswa harus
berbagi ruangan kelas. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa lagi mengharuskan
24 jam mengajar bagi guru.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan harus melakukan penyesuaian untuk menyelaraskan sistem pembelajaran
dengan kenormalan baru tersebut. Evaluasi atas proses pembelajaran daring yang
telah terlaksana juga harus dilakukan. Terlebih ketika pembelajaran model ini
akan digunakan lagi dalam masa New Normal atau kenormalan baru nanti. Sehingga
dapat meminimalisir adanya kendala dan problem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar