Tanpa parade demonstrasi, Hari Buruh Internasional 2020 di Indonesia diperingati dengan keprihatinan di tengah mewabahnya virus SARS-CoV-2.
Semua berawal dari akses dan mobilitas orang ke produk ekonomi terhenti demi meredam Corona yang semula merebak di Cina pada akhir 2019. Indonesia melaporkan kasus pertama Corona pada 2 Maret lalu.
Selama hampir dua bulan sejak kasus pertama dilaporkan, kondisi dunia usaha terpukul berat. Setidaknya lebih dari 2 juta buruh di Indonesia terkena dampak pandemi Corona. Sebagian besar buruh yang terkena dampak adalah industri tekstil. Saat ini 80 persen perusahaan tekstil dan produk tekstil menghentikan aktivitas produksi. Tanpa ada insentif, sekitar 70 persen perusahaan tekstil akan bangkrut. Rincian jumlah buruh yang terkena dampak pandemi: ada 375 ribu buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK); 1,4 juta buruh dirumahkan; dan 314.833 buruh di sektor informal terkena dampak, kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto seperti dilansir Antara.
Di luar itu masih ada buruh yang bekerja dengan risiko terpapar COVID-19. Ada sekitar 4 juta buruh yang tetap bekerja, karena perusahaannya mendaftarkan izin beroperasi saat daerah setempat memberlakukan pembatasan sosial skala besar (PSBB). Jumlah itu di luar perusahaan yang dikecualikan beroperasi saat PSBB. Total ada 22 daerah yang menerapkan PSBB di Indonesia. Apa yang dikhawatirkan terkait penularan Corona telah terjadi di Surabaya.
Dua buruh pabrik rokok HM Sampoerna meninggal dengan COVID-19. Lebih dari 100 buruh di salah satu unit pabrik mereka menjalani tes swab. Kini mereka dikarantina. Sampoerna terpaksa menutup operasional pabrik di Rungkut demi meredam penularan dan mencegah munculnya kluster Corona baru di Jawa Timur. Kluster penularan COVID-19 skala pabrik juga terjadi di PT Pemi, pabrik komponen otomotif di Tangerang; PT Denso, pabrik AC di Bekasi; hingga PT Yamaha Music di Jakarta. Daerah tempat pabrik itu memberlakukan PSBB yang seharusnya ada pengetatan protokol kesehatan. Pabrik tersebut akhirnya ditutup sementara usai buruhnya tertular Corona.
Tak dimungkiri situasi perekonomian global dan nasional telah menukik berimbas penyempitan lapangan pekerjaan. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memprediksi pada kuartal kedua 2020, ada 1,6 miliar pekerja sektor informal—hampir setengah angkatan kerja global—terancam kehilangan mata pencaharian saat pandemi karena pengurangan jam kerja perusahaan yang terimbas perpanjangan dan perluasan karantina. ILO memaparkan ada 436 juta usaha berisiko tinggi yang akan terganggu pandemi. Mereka terdiri atas 232 juta di sektor usaha eceran, 111 juta di manufaktur, 51 juta di akomodasi dan jasa makanan dan 42 juta di usaha properti dan kegiatan usaha lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar